DI TORU DO TANGAN NI NA MANGIDO
Horas ma di hita
saluhutna!
Parjolo sahali husise ma
jolo hamu angka damang, dainang rap dohot dongan angka naposo. Mauliate ma
diharadeonmuna manjaha suratanon. Binahen ni las ni roha marsiajar do asa hugurithon
hata-hata on, sai las ma rohamuna manjaha. Ramba poso do au na so tubuan lata,
halak na poso dope ahi, na so umboto hata, tarsongoni ma di hamu molo adong
hahurangan di hata-hata on, sai las ma rohamuna.
Belakangan ini ada sebuah
kerasahan yang mungkin tidak hanya saya yang merasakannya. Hal itu tidak saja
sekali saya temui, tetapi berkali-kali dan saya sendiri memgalaminya. Saya
yakin kalian juga pernah merasakannya atau megalami hal ini. Hal yang saya
maksud adalah bagaimana sikap seorang saat meminta sesuatu kepada orang lain.
Biasanya jika orang meminta (membutuhkan) sesuatu, pasti ia akan berusaha untuk
memenuhinya dengan jalan minta tolong. Kita pasti berharap permintaan kita
dipenuhi lalu memolong kita, tetapi ada juga kalanya pertolongan yang kita
harapkan dari orang lain tidak bisa diberikan oleh orang yang kita tuju. Saat
permintaan kita terpenuhi pasti kita merasa senang dan tidak bisa dipungkiri
saat permintaan kita ditolak pasti ada rasa kecewa. Hal itu merupakan sesuatu
yang wajar. Bagaimanakah respon kita menghadapi rasa kecewa itu? Bila saya
dalam posisi itu, saya akan mengucapkan terimakasih, lalu berusaha meminta
kepada orang lain. Saya merasa bahwa hal itu juga sesuatu yang wajar dan tidak
bisa dipaksakan. Pasti pada umumnya juga demikian dan kebanyakan orang juga
melakukan hal yang sama. Namun sekarang ini sering saya temui dan tidak jarang
saya juga mengalaminya, jika ada seseorang meminta tolong dan saat kita tidak
bisa memenuhinya. Lalu orang yang meminta tolong itu malah berbalik bersikap
angkuh dan sombong. Hal ini tentu menjadi suatu masalah dan membuat kita tidak
nyaman.
Sebagai contoh, misalnya
ada dua orang siswa dalam satu ruangan kelas sedang berbicara, Ucok dan Gabe
namanya. Rupanya Gabe meminta tolong kepada Ucok. Ucok punya pulpen dua, pulpen
merah dan pulpen hitam. Ucok sengaja membawa kedua pulpen itu, karena
sebelumnya ibu guru telah memperingatkan mereka untuk membawa pulpen merah dan
pulpen hitam, karena mereka akan mencatat.
Gabe : Cok!
Pinjam dulu pulpen merahmu Cok!
Ucok : Bukan saya tidak mau Gabe, saya hanya punya
satu. Nanti ibu guru bisa marah. (saat itu dalam mencatat catatan,
yang digunakan harus pulpen merah)
Gabe : Pinjam dululah Cok!
Ucok : Tidak bisa Be!
Gabe : Dengan
nada kesal
“Baiklah Cok, cukup tahulah aku ya Cok.
Berapa samamu pulpen gitu, biar kubeli, masih punya pulpen gitu ajapun udah
sombong!”
Ucok : Dengan
perasaan tidak nyaman menjawab
Bukan
begitu Be .... (belum sempat menyambung, Gabe sudah
menjawab)
Gabe : Ahhh sudahlah Cok, nanti 'ku beli 10 samamu. (dengan nada sombong)
Dapat dilihat bagaimana
Gabe yang meminta bantuan kepada Ucok, tetapi karena tidak diberikan, Gabe
malah sombong dan menghina. Ada beberapa kejadian seperti itu, meminta tolong,
tetapi karena tidak mendapatkannya dia malah balik marah dan sombong. Hal ini
bukanlah sifat yang baik dan menunjukkan kesombongan. Saat kita meminta kepada
orang lain hendaklah kita rendah hati.
Berkaitan dengan hal itu,
sebuah pepatah orang Batak dalam bentuk umpama, yang bisa menjadi refleksi bagi
kita, yang bunyinya seperti ini:
DI
TORU TANGAN MANGIDO
DI
GINJANG TANGAN MANGALEHON
Secara harfiah berarti,
di bawah tangan meminta, di atas tangan memberi. Pepatah ini bukan persoalan
bagaimana tatanan atau tata cara memberi atau meminta, tetapi makna di
baliknya. Sikap meminta dengan tangan di bawah menandakan kerendahan hati untuk
meminta sesuatu kepada orang lain. Saat kita meminta hendaklah kita tidak
memaksakan, tetapi dengan sikap rendah hati.
"Ingkon elek do iba
mangido" itulah pesan dari umpama ini. Artinya "saya harus membujuk
saat meminta" tidak memaksakan kehendak kepada orang lain. Hata parpudi sian ahu, galagala sitelluk,
telluk mardaguldagul, molo tung adong na geduk, nanget niapulapul. Buti ma. Mauliate
jala Horas!
Posting Komentar