Bahan Khotbah
Ibadah Rutin Komisariat GMKI FKM USU
Sabtu, 29 Mei 2021
Pukul 11.00 WIB
Say No To Insecure
Katakan Tidak Pada Rasa Tidak Nyaman
(I Timotius 1:12-17)
Nas
1:12 Aku bersyukur kepada Dia, yang menguatkan aku, yaitu Kristus Yesus, Tuhan kita, karena Ia menganggap aku setia dan mempercayakan pelayanan ini kepadaku --
1:13 aku yang tadinya seorang penghujat dan seorang penganiaya dan seorang ganas, tetapi aku telah dikasihani-Nya, karena semuanya itu telah kulakukan tanpa pengetahuan yaitu di luar iman.
1:14 Malah kasih karunia Tuhan kita itu telah dikaruniakan dengan limpahnya kepadaku dengan iman dan kasih dalam Kristus Yesus.
1:15 Perkataan ini benar dan patut diterima sepenuhnya: "Kristus Yesus datang ke dunia untuk menyelamatkan orang berdosa," dan di antara mereka akulah yang paling berdosa.
1:16 Tetapi justru karena itu aku dikasihani, agar dalam diriku ini, sebagai orang yang paling berdosa, Yesus Kristus menunjukkan seluruh kesabaran-Nya. Dengan demikian aku menjadi contoh bagi mereka yang kemudian percaya kepada-Nya dan mendapat hidup yang kekal.
1:17 Hormat dan kemuliaan sampai selama-lamanya bagi Raja segala zaman, Allah yang kekal, yang tak nampak, yang esa! Amin.
Pendahuluan
Merasa insecure ketika melakukan suatu hal itu normal, kok. Namun, insecure yang berlebihan dan dibiarkan berlama-lama bisa menghambat potensi diri. Oleh karena itu, kondisi ini tidak boleh dibiarkan begitu saja dan harus segera diatasi.
Insecure adalah istilah untuk menggambarkan perasaan tidak aman yang membuat seseorang merasa gelisah, takut, malu, hingga tidak percaya diri. Ada banyak hal yang dapat menyebabkan seseorang menjadi insecure, mulai yang berasal dari luar atau dari dalam diri sendiri.
Contoh penyebab perasaan insecure yang berasal dari luar adalah perlakuan dipandang sebelah mata oleh orang lain atau perlakuan over protective dari orang tua dan pasangan, sementara contoh penyebab yang dari dalam adalah perasaan kesepian dan sifat terlalu perfeksionis.
Insecure atau yang lebih dikenal dengan ‘rasa ketidakpercayaan diri’ atau ‘rasa tidak nyaman’, menjadi salah satu momok atau permasalahan yang sangat sering dialami oleh pemuda saat ini. Sering merasa tidak layak, tidak mampu; untuk melakukan hal yang sederhana pun terkadang harus berpikir berkali-kali karena tidak percaya diri.
Perasaan insecure sering menghantui bahkan tidak jarang orang sulit keluar dari perasaan seperti itu. Setidaknya ada dua faktor yang membuat seseorang berada dalam perasaan insecure: pertama, lingkungan. Dalam 1 Korintus 15 ayat 33 tertulis ‘Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik.’ Hal itu menjadi bukti bahwa lingkungan sekitar juga turut mempengaruhi kebiasaan kita. Umumnya, orang yang merasa insecure selalu dimulai oleh dengan lingkungan yang menganggap remeh terhadap seseorang. Hal itu mengakibatkan, seseorang akan merasa tidak nyaman dengan diri sendiri, apabila ia diremehkan; memandang diri sendiri lebih rendah dari banyak orang dan akan membuat mereka bersaing dengan orang lain. Kedua, media sosial. Tidak dapat dipungkiri di era digital saat ini, media sosial tidak hanya menguntungkan, tapi juga bisa merugikan. Banyak anak muda yang merasa insecure dengan dirinya karena mereka membandingkan dirinya dengan orang lain di media sosial, mulai dari bentuk tubuh, kegiatan yang dilakukan, sampai hal yang lain.
Pengurus Komisariat mengatakan bahwa di GMKI Komisariat FKM USU juga banyak anggota yang sering sekali merasa insecure. Hal ini dapat dilihat dari kurangnya kepercayaan diri dalam menyampaikan opini, ketidaksiapan menjadi perangkat acara dalam program dan masih banyak lagi.
Bertentangan dengan hal itu, hal yang perlu diketahui adalah bahwa kita berharga di mata Tuhan. Kita adalah ciptaan-Nya, orang-orang yang dipilih, dikasihi dan diperlengkapi. Kebenaran ini haruslah kita sadari, agar kita dapat keluar dari perasaan insecure. Kita harus ingat bahwa kasih Tuhan kepada kita tidaklah terikat pada situasi kita, menurut diri kita sendiri, melainkan pada salib Kristus, di mana Yesus telah menyerahkan diri-Nya untuk menebus dosa manusia. Kita begitu berharga di mata Tuhan, sehingga Dia rela memberikan yang terbaik yang dapat Dia berikan, yaitu Anak-Nya. Kita akan semakin memperdalam bagaimana pengasihan Tuhan itu kepada kita, melalui nas khotbah kita kali ini.
Pembahasan
Pertama kita kenal dulu siapa itu Timotius. Timotius adalah seorang muda yang rajin dalam membantu pelayanan Paulus. Dia sangat terlibat dalam misi Tesalonika dan pada waktu Paulus tinggal seorang diri di Athena, ia mengutus Timotius ke Tesalonika untuk menguatkan jemaat di sana yang tengah berada dalam penganiayaan (1 Tes. 3:1-5). Paulus sangat senang melihat orang muda ini (Timotius), bahkan Paulus menganggapnya sebagai anak rohaninya. Masih muda tapi sudah giat dalam melayani Tuhan. Timotius menemani Paulus pada kunjungan berikutnya ke Korintus, sebab dia bersama Paulus sebagai teman sekerjanya waktu surat Roma ditulis (Rm. 16:21).
Barangkali disebabkan oleh kemudaannya, ia masih memerlukan banyak dorongan dan bimbingan. Timotius adalah seorang pemalu, oleh sebab Paulus mendesak orang-orang Korintus supaya membuatnya merasa lega dan jangan menghina dia (1 Kor. 16:10-11; bnd 4:17 dab). Dalam Surat Filipi Timotius dipuji dengan hangat dan Paulus bermaksud menyuruhnya segera kepada mereka untuk mengetahui dengan pasti bagaimana kesejahteraan mereka.
Paulus meninggalkan Timotius di Efesus (1 Tim. 1:3) dan menugasinya menghadapi guru-guru bidat, mengawasi ibadah umum dan menetapkan pejabat-pejabat gereja; ia juga harus menampik ajaran-ajaran sesat di Efesus (3-11). Paulus bermaksud hendak bergabung lagi dengan Timotius, tapi kekuatirannya bahwa kedatangannya bisa saja tertunda, memberi alasan untuk menulis surat pertama kepadanya. Meski ia masih muda tapi ia punya tanggung jawab yang besar. Seperti dikatakan di atas, ia harus menampik ajaran-ajaran sesat. Sehingga ditulis lah surat ini kepada Timotius dan diberitahukan tentang doktrin yang benar dan kesalehan, tujuannya adalah agar dalam melayani terpenuhi lah seperti yang dikatakan dalam 1 Tim. 4:12 "Jangan seorang pun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu."
Timotius penuh kasih sayang (2 Tim. 1:4), tapi sangat penakut (2 Tim. 1:7 dab); ia memerlukan banyak nasihat pribadi dari bapaknya secara iman; ia dinasihati supaya jangan membiarkan dirinya tergoda oleh nafsu orang muda (2 Tim. 2:22) dan supaya jangan merasa malu menyaksikan Injil (2 Tim. 1:8).
Secara khusus dalam renungan kita kali ini ayat 12-17 Paulus memberitakan pengalaman Paulus tentang rahmat Allah (12-17). Paulus memberikan teladan kepadanya. Satu hal yang sangat menarik dalam surat-surat Paulus, ia selalu memulai suratnya dengan ucapan syukur dan pengakuan atas kasih karunia Allah dan pemilihan, pemberian tanggung jawab pelayanan kepadanya. Ia selalu menceritakan (setidaknya sedikit) bagaimana kehidupannya yang dahulu. Paulus ingin melandaskan bahwa semua pelayanan itu didasarkan kepada kasih karunia Allah. Karena itu ia mengucap syukur kepada Yesus Kristus karena menempatkan dia di dalam pelayanan itu. Kristuslah yang menempatkan orang di dalam pelayanan (Kis. 26:16-17).
Apalagi kalau kita ingat bagaimana dahulu Paulus begitu membenci Kristus dan para pengikut-pengikut-Nya. Di ayat 13 Paulus berkata bahwa ia yang tadinya seorang penghujat dan seorang penganiaya dan seorang ganas, tetapi aku telah dikasihani-Nya, karena semuanya itu telah kulakukan tanpa pengetahuan yaitu di luar iman. Dalam Kisah Para Rasul 8:3 disaksikan bagaimana paulus menunjukkan kebenciannya itu “Tetapi Saulus berusaha membinasakan jemaat itu dan ia memasuki rumah demi rumah dan menyeret laki-laki dan perempuan ke luar dan menyerahkan mereka untuk dimasukkan ke dalam penjara.” Namun Tuhan memenangkan hidupnya dan memakai dia sebagai alatnya untuk penyebaran firman Tuhan. Itulah makanya di ayat 12 dia berkata “Aku bersyukur kepada Dia, yang menguatkan aku, yaitu Kristus Yesus, Tuhan kita, karena Ia menganggap aku setia dan mempercayakan pelayanan ini kepadaku.”
Harus disadari bahwa pelayanan itu adalah dari Tuhan semata, bukan dari kekuatan kita, bukan karena kemampuan kita, talenta kita, tapi karena kasih-Nya saja. Itulah yang ingin ditunjukkan oleh Paulus kepada Timotius, seorang Timotius yang muda. Walau ia masih muda (tidak disebutkan secara spesifik usianya), namun ia sudah harus melayani, bahkan melawan nabi-nabi palsu dalam jemaat. Dalam masa mudanya yang masih labil, masih ingin mengikuti kedagingan dan kesibukan dunia, itulah tantangan yang harus ia hadapi, harus melawan diri sendiri.
Jika diamati tantangan juga terjadi kepada Timotius bukan hanya melawan diri sendiri, namun ia juga harus melawan tantangan dari luar. Ketika dia menjadi pemimpin jemaat dalam usia yang masih muda dan harus melawan pemberita-pemberita palsu, hal itu bukan lah perkara mudah, sebab ia akan menasehati orang-orang yang tergolong dewasa dan itu tidak mudah. Namun Paulus menguatkan Timotius, bahwa pelayanan itu bukan didasarkan kepada kekuatannya, namun karena kasih Tuhan kepada-Nya dan Tuhan lah yang memberikan pelayanan itu kepada para pekerja-Nya. Jadi apabila diamati memang pada dasarnya, Timotius ini di satu sisi pasti mengalami seperti tema kita hari ini, yaitu insecure, tapi Paulus memberikan contoh bahwa kita harus menyadari kasih karunia Tuhan yang dikaruniakan dengan limpahnya (ayat 14). Paulus semakin menegaskan lagi dalam ayat 15 “Perkataan ini benar dan patut diterima sepenuhnya: "Kristus Yesus datang ke dunia untuk menyelamatkan orang berdosa," dan di antara mereka akulah yang paling berdosa.” Ia adalah orang yang paling berdosa, namun Kristus menyelamatkannya.
Kita harus menjadi contoh dan teladan. Itulah yang ingin ditunjukan oleh Paulus dalam ayat 16 “Tetapi justru karena itu aku dikasihani, agar dalam diriku ini, sebagai orang yang paling berdosa, Yesus Kristus menunjukkan seluruh kesabaran-Nya. Dengan demikian aku menjadi contoh bagi mereka yang kemudian percaya kepada-Nya dan mendapat hidup yang kekal.” Ketika diberitakan keselamatan kepada kita maka kita juga harus memberitakan keselamatan itu.
Pada ayat 17 Paulus mengakhiri dengan pujian. “Hormat dan kemuliaan sampai selama-lamanya bagi Raja segala zaman, Allah yang kekal, yang tak nampak, yang esa! Amin.” Sebagai orang-orang yang sudah diselamatkan maka kehidupan kita juga harus memuliakan Tuhan.
Kesimpulan
Pada dasarnya kita semua adalah orang berdosa, banyak kesalahan-kesalahan yang kita lakukan di masa lalu dan di masa sekarang, namun jangan itu menjadi penghalang bagi kita untuk tetap maju atau kita jadi insecure karena kita meingat-ingat kesalahan kita di masa lalu. Bukan itu yang harus kita ingat, namun yang harus kita ingat adalah besarnya kasih karunia Tuhan di dalam kehidupan kita. Sehingga hidup kita juga memuliakan Tuhan dan selalu siap untuk mengerjakan panggilan Tuhan di dalam kehidupan kita. Jadi marilah kita melawan rasa insecure dalam diri kita dan menyadari bahwa kita berharga di mata Tuhan. Amin.
Posting Komentar