![]() |
Gereja dan Kerusakan Lingkungan |
Salah satu isu yang saat ini cukup serius adalah kerusakan lingkungan. Apabila diamati di banyak tempat terdapat sampah yang bertebaran serta pepohonan yang semakin sulit ditemui, sehingga mengakibatkan iklim yang semakin tidak menentu, hawa yang semakin panas dan banjir di mana-mana. Hampir di semua tempat ditemui permasalahan yang demikian. Sebagai akibat dari realitas itu, maka manusia sendirilah yang merasakan dampaknya. Semakin lama kian terasa ketidaknyamanan menempati bumi ini. Bahkan di berbagai wilayah telah digambarkan dampak serius yang akan dialami oleh manusia akibat kerusakan lingkungan yang terjadi. Penelitian terbaru Greenpeace East Asia yang dirilis akhir Juli 2021 memprediksi bahwa Kota Jakarta akan tenggelam pada 2030. Tidak mengherankan memang hasil penelitian tersebut, sebab hampir setiap tahun ditemui banjir di Jakarta dan hal ini juga mulai terjadi di berbagai wilayah di Indonesia.
Persoalan ini benar-benar serius, sebab manusia sendirilah yang akan merasakan akibatnya. Tentu saja persoalan ini merupakan tanggung jawab bersama. Tanggung jawab segenap insan yang tinggal di bumi ini, termasuk gereja. Gereja berada di dalam dunia ini, bahkan gereja dipanggil untuk menjadi garam dan terang di tengah-tengah dunia (bdk. Matius 5:13-16). Ketika dunia ini sedang menghadapi persoalan yang rumit seperti kerusakan lingkungan, maka di sanalah gereja harus hadir sebagai garam dan terang. Artinya gereja tidak boleh turut serta dalam perusakan lingkungan, gereja harus turut serta menyelesaikan persoalan kerusakan lingkungan ini.
Di sisi lain harus disadari secara iman, bahwa bumi ini adalah ciptaan Tuhan yang amat baik (bdk. Kejadian 1:31a). Ketika Allah menciptakan dunia ini, Ia menciptakannya dengan sangat baik. Karenanya, gereja sebagai persekutuan orang yang percaya kepada Tuhan yang menjadikan langit dan bumi harus menyadari bahwa dunia ini adalah karya Tuhan yang amat baik. Kita sebagai orang percaya jangan merusak karya Tuhan itu. Sebaliknya orang percaya (gereja) harus menjaga dan memelihara bumi ini. Ketika Manusia diciptakan oleh Tuhan, Ia memanggil manusia untuk beranakcucu dan bertambah banyak, memenuhi bumi dan menaklukkannya, serta berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi (bdk. Kejadian 1:28). Menaklukkan dan berkuasa dalam hal ini tidak boleh dipahami dalam relasi antara subjek dan objek. Manusia sebagai subjek dan bumi serta isinya sebagai objek, sehingga bebas untuk mengeksploitasi alam. Harus dipahami bahwa Tuhan memanggil manusia untuk memelihara dan merawat alam. Sebab ketika dikatakan berkuasa, bukan berarti manusia mengeksploitasi alam dengan sebebas-bebasnya. Ketika manusia berkuasa atas alam, maka kerusakan lingkungan juga turut menjadi tanggung jawab manusia.
Posting Komentar