Bacaan:
Maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan, lalu Ia mengulurkan tangan-Nya, menjamah orang itu dan berkata kepadanya: "Aku mau, jadilah engkau tahir."
- Markus 1:41
Ada kalanya tubuh manusia mengalami penurunan stamina yang membuat manusia merasa sakit. Beberapa bulan lalu saya mengalami demam selama beberapa hari. Seperti gejala demam pada umumnya saya merasakan tubuh saya begitu lemas dan tidak berdaya, sekujur tubuh menggigil dan tulang-tulang pun terasa sangat ngilu. Dalam keadaan seperti itu saya hanya bisa berbaring sembari mengonsumsi obat untuk menyembuhkan sakit yang saya rasakan. Dalam keadaan seperti itu umumnya tidak dianjurkan untuk menyentuh air dingin atau bahkan untuk mandi. Di sisi lain, karena kondisi tubuh yang lemah, maka jarang seseorang yang sedang sakit itu mandi. Tentu saja ketika orang tidak mandi apalagi dalam waktu yang cukup lama, tubuhnya pasti akan sangat kotor dan aromanya tidak sedap. Begitulah keadaan yang dirasakan oleh orang yang sedang sakit.
Sakit yang dialami oleh manusia ada beragam sebenarnya, tapi umumnya sakit yang diderita itu rata-rata satu minggu, ada yang satu bulan atau dua bulan, atau bahkan lebih, tergantung penyakitnya, namun biasanya jarang sampai bertahun-tahun. Meskipun sakit yang dirasakan berjalan untuk beberapa waktu, biasanya orang yang menjaga akan selalu berusaha membersihkan tubuh pasien, setidaknya dengan melap.
Nas renungan kita pada hari ini berbicara tentang Yesus yang menyembuhkan orang yang sakit kusta. Kala itu dipahami bahwa penyakit kusta merupakan hukuman yang dijatuhkan kepada seseorang yang berdosa. Tidak begitu jelas jenis sakit kusta yang dialami oleh orang yang disembuhkan Yesus tersebut, namun pada masa itu segala macam penyakit kulit disebut penyakit kusta.
Juga tidak begitu jelas disebutkan sudah berapa lama orang yang disembuhkan oleh Yesus itu mengalami sakit kusta. Namun yang pasti penyakit tersebut ia derita bukanlah dalam waktu yang singkat, seminggu, sebulan atau dua bulan. Biasanya para penderita penyakit kusta diasingkan dari masyarakat. Hal ini diakibatkan oleh penularan penyakit kusta yang dapat menular lewat sentuhan. Bahkan penyakit ini bisa dikatakan tidak terobati. Dalam Imamat 13:46 dikatakan, "selama ia kena penyakit itu, ia tetap najis; memang ia najis; ia harus tinggal terasing, di luar perkemahan itulah tempat kediamannya." Jadi dapat kita prediksi penyakit itu bukanlah baru diderita, pasti telah terjadi beberapa waktu lamanya. Penyakit ini menimbulkan sisik-sisik putih licin, mengkilap serta bintil-bintil kehijau-hijauan dan atau kemerah-merahan. Karena ia disingkirkan dari kehidupan masyarakat dan penyakit yang dia derita itu bisa menimbulkan aroma yang tidak sedap, dapat dikatakan orang yang mengidapnya adalah orang yang tidak tahir (bersih, suci, murni).
Penyakit kusta adalah penyakit yang dianggap najis dan berbahaya. Penyakit ini juga bisa menular kepada orang lain lewat sentuhan. Karenanya orang yang menderita penyakit tersebut selalu diasingkan dari kehidupan masyarakat. Sudah dapat dipastikan bahwa tidak ada yang memedulikannya atau yang berusaha menyembuhkannya. Ia sudah merasakan sakit ditambah lagi perlakuan tidak baik karena penyakitnya. Ia juga tidak tahu apakah penyakitnya akan sembuh atau tidak. Pastilah ia sangat menderita karena penyakit yang dialaminya.
Ketika Yesus berkeliling di Galilea, di sana Ia menyembuhkan orang sakit, membuat mujizat dan memberitakan Kerajaan Allah. Di sanalah orang yang sakit kusta itu datang kepada Yesus dan berlutut di hadapan-Nya dan memohon bantuan dari Yesus agar jika Ia berkenan, agar Ia dapat mentahirkannya (ayat 40). Maka tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan, lalu Ia mengulurkan tangan-Nya, menjamah orang itu dan berkata kepadanya: "Aku mau, jadilah engkau tahir."
Ketika orang sakit kusta itu menyampaikan permohonannya kepada Yesus, ia berlutut dan memohon. Ini merupakan sikap kerendahhatian dan pemberian penghormatan kepada Yesus sebagai seorang Nabi besar. Hal ini menjadi pelajaran bagi kita agar ketika kita meminta sesuatu kepada Tuhan, kita harus sujud menyembah-Nya dengan kerendahhatian. Kita harus menyadari kelemahan dan ketidakmampuan kita di hadapan-Nya.
Penampilan Yesus kala itu sebenarnya biasa-biasa saja. Namun ia percaya kepada Yesus bahwa Ia dapat menyembuhkannya. Sehingga ia berkata "Engkau dapat mentahirkan aku" (ayat 40). Ia datang meminta kepada Yesus dengan keyakinan bahwa Yesus dapat menyembuhkannya. Ini menjadi pelajaran juga bagi kita bahwa sesungguhnya itulah esensi dari doa yang kita sampaikan kepada Tuhan. Kita berdoa kepada Tuhan karena kita percaya bahwa Tuhan dapat melakukannya untuk kita sehingga kita memintanya. Oleh sebab itu keyakinan ini harus selalu ditekankan dalam diri kita ketika kita datang meminta dan berdoa kepada Tuhan.
Penderita kusta itu juga tidak memaksakan kehendaknya terhadap Yesus. Perkataan " ... kalau Engkau mau ... " ini menandakan sikap tunduk pada kehendak Yesus. Sekilas, seperti ada keragu-raguan dalam perkataannya itu, namun justru sebagai orang yang meminta, kita harus tunduk pada kehendak Si Pemberi (dalam hal ini Yesus). Tidak boleh ada kesan memaksa ketika kita meminta kepada Tuhan, kita harus tunduk pada kehendak-Nya.
Atas permohonannya maka tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan. Sesungguhnya Allah adalah Allah Maha Pengasih. Ia begitu mengasihi dunia ini dan segala isinya sehingga Ia mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, yaitu Yesus (lih. Yohanes 3:16). Sehingga segala pertolongan Yesus kepada manusia selalu dilandasi oleh belas kasihan. Sebenarnya kita adalah orang yang hina dan tidak dapat berbuat apa-apa. Kita adalah orang-orang yang lemah yang membutuhkan belas kasihan dari TUHAN. Kelemahan dan kekurangan kitalah yang menimbulkan belas kasih dari Tuhan, karena kasih-Nya pada kita.
Yesus kemudian mengulurkan tangan-Nya kepada penderita kusta itu dan menjamah orang itu serta mentahirkannya. Ketika Yesus menjamah orang itu, sebenarnya Ia dapat tertular penyakit tersebut. Tidak hanya itu, Ia juga dapat menjadi tidak tahir menurut Hukum Taurat karena menyentuh orang itu. Ini menjadi bukti dari belas kasih Allah kepada orang itu karena Yesus tidak memikirkan dampak yang akan terjadi sesuai dengan pandangan umum, apabila Ia menyentuh orang itu. Ia lebih memilih untuk mengaplikasikan kasih-Nya ketimbang memedulikan pandangan-pandangan orang tentang sakit kusta ini. Dengan menjamah orang itu, Yesus menyalurkan kuasanya kepada orang tersebut. Lalu ia pun menjadi tahir (bersih, suci, murni).
Perbuatan Yesus menyembuhkan orang yang menderita kusta ini menjadi bukti bagi kita bahwa Allah begitu mengasihi kita. Ia sangat dipenuhi oleh belas kasih atas ketidakmampuan dan kelemahan kita. Ketika tidak ada pertolongan dan jalan keluar bahkan semua orang menjauh dari kita (analogi dari penyakit kusta) marilah kita seperti orang yang menderita penyakit kusta yang berlutut dengan rendah hati, dan meyakini bahwa Allah dapat mentahirkannya. Seberdosa apa pun kita, selemah apa pun kita, setidaktahir apa pun kita, Allah mampu membersihkan kita dari dosa, Allah mampu menguatkan kita, Allah mampu mentahirkan kita.
Selamat menjalani kehidupan.
Doa:
Ya Tuhan, Sang Pemelihara Kehidupan, kuatkanlah kami dalam kehidupan kami. Berilah pertolongan kepada kami. Saat kami lemah, berdosa dan tidak tahir, kuatkan, ampuni serta tahirkan kami ya Tuhan. Amin.
Penulis: Vic. Pdt. Timothy P. Saragi
Posting Komentar