Menabur Kecurangan Menuai Bencana
Kitab Amsal merupakan salah satu kitab yang sangat disukai. Kitab ini disukai karena di dalamnya terdapat banyak tulisan-tulisan yang berisikan hikmat, nasihat-nasihat dan petunjuk. Kitab ini diyakini ditulis oleh Raja Salomo, seorang raja di Israel yang terkenal sangat bijaksana (lihat 1 Raja-raja 4:29-34). Dari pasal 1-9 dimuat berbagai hikmat, nasihat dan petunjuk, kemudian dari pasal 10:1-22:16 berisikan amsal-amsal Salomo. Amsal berarti nasihat atau ucapan-ucapan bijak. Nas renungan kita hari ini termasuk ke dalam amsal-amsal Salomo.
Dikatakan di ayat 8 "orang yang menabur kecurangan akan menuai badai." Kecurangan bisa kita pahami sebagai perbuatan yang curang, ketidak-jujuran. Mengapa orang bisa berbuat curang? Tentu ada berbagai alasan, tapi yang pasti orang yang berbuat curang adalah orang yang hanya mementingkan dirinya sendiri, keinginannya sendiri bagaimana agar tercapai. Sehingga segala cara diupayakan meskipun harus melakukan cara-cara yang tidak baik. Apabila dilihat dalam kehidupan manusia saat ini, hampir dalam semua aspek sudah ada kecurangan bahkan hampir tidak bisa dihindari, misalnya saja, korupsi yang banyak dilakukan dalam berbagai cara dan di berbagai tempat maupun lembaga. Tentu mereka-mereka melakukannya karena keegoisan dan hanya mementingkan dirinya sendiri. Tapi Amsal ini berkata bahwa perilaku seperti itu tidak baik adanya, sebab siapa menabur kecurangan akan menuai bencana.
Pola penulisan yang digunakan dalam hal ini adalah sebab akibat, jika ... maka ... . Jika menabur kecurangan maka akan menuai bencana. Tentu akan ada akibat dari sesuatu yang kita lakukan, apalagi itu melakukan kecurangan. Di sini juga dikatakan menabur maka akan menuai, atau dalam bahasa yang lebih sering kita dengar, apa yang kau tanam itu yang kau tuai (lihat Galatia 6:7), pernyataan ini menjelaskan bahwa akan selalu ada akibat dari yang kita lakukan. Jika kita berbuat baik, maka yang kita tuai juga akan baik pula, jika kita berbuat curang, jahat, maka yang akan kita tuai juga tidak akan baik hasilnya. Bahkan dalam nas renungan ini dikatakan tidak hanya kecurangan yang kita tabur yang akan kita tuai, tapi lebih dari itu, menuai bencana. Kita sering mendengar kata bencana yang umumnya digunakan untuk menyebutkan berbagai peristiwa yang merusak yang diakibatkan oleh alam, namun bencana juga berarti sesuatu yang membuat kesusahan, kerugian atau penderitaan. Mungkin di awal-awal kecurangan itu sepertinya enak dan terasa seperti tidak masalah, namun pada waktunya akan membuat kita jadi susah bahkan menderita. Jadi kita didorong agar jangan berbuat curang dalam hidup kita.
Tidak hanya menuai bencana, namun tongkat amarahnya juga akan habis binasa. Kita bisa memahami ini sebagai kendali yang ada pada kita, kekuasaan yang ada pada kita, maka sebisa mungkin kita harus menggunakan dengan baik kekuasaan yang ada pada kita itu, jangan jadi tongkat amarah, karena itu tidak akan bertahan lama, bahkan binasa. Mungkin di antara kita ada yang punya peran sebagai pemimpin, sebagai orang yang berkuasa, jangan kuasa yang ada pada kita itu jadi berorientasi pada ambisi dan keuntungan pribadi, sebab jika demikian kita akan selalu mendahulukan kepentingan kita ketimbang kepentingan orang banyak. Dan jika tidak sesuai dengan yang kita inginkan, kita jadi marah. Amsal ini mengingatkan kita bahwa tongkat amarah itu akan habis binasa. Karenanya haruslah kita memikirkan kebaikan bersama jangan melakukan berbagai cara sampai melakukan yang tidak baik demi mengejar ambisi pribadi kita. Apalagi jika sampai berlaku curang. Hendaklah kita selalu mengingat bahwa apa yang kita tanam itu juga yang akan kita tuai. Mari kita selalu berjaga-jaga supaya tidak berlaku curang dalam hidup kita. Amin (tps)
Posting Komentar