Prinsip Hamba Tuhan
Saat ini saya melayani sebagai Vicar di Huria Kristen Indonesia (HKI). Di HKI sendiri Vicar itu berarti Calon Pendeta, dan para Vicar setidaknya harus mempersiapkan diri selama dua sampai tiga tahun sebelum ditahbiskan menjadi Pendeta atau Pelayan Penuh di HKI. Saya memulai perjalanan dalam dunia pelayanan sejak tahun 2015 hingga saat ini. Dalam perjalanan beberapa tahun hingga saat ini, saya banyak belajar dan berefleksi tentang kehidupan seorang Hamba Tuhan. Saya juga bertemu dengan banyak Hamba Tuhan dan banyak belajar dari mereka. Hingga saat ini saya merasa masih perlu banyak belajar untuk menjadi Hamba Tuhan.
Saya rasa dalam kehidupan bergereja saat ini Hamba Tuhan itu masih dipandang sebagai sosok yang dihormati dan cukup didengarkan perkataannya. Hal ini karena hamba Tuhan dianggap sebagai sosok yang hidup dalam firman Tuhan. Namun tidak sedikit juga yang dalam pandangan saya melakukan berbagai penyimpangan terhadap nilai-nilai Kristiani atau bahkan sering sekali tidak menjadi teladan bagi Jemaat. Beberapa pengalaman yang terjadi dalam kehidupan saya bergereja, bahkan melihat bagaimana Pendeta justru mengakibatkan perpecahan dalam persekutuan Jemaat. Umumnya perpecahan terjadi karena permasalahan keuangan, manajemen yang kurang baik, kehidupan konsumerisme, Pelayan yang cepat-cepat marah terhadap Jemaat, tidak sabar dalam menghadapi berbagai karakter Jemaat dan masih banyak lagi.
Melihat berbagai keadaan itu, saya bertekad agar saya tidak begitu ketika kelak menjadi Pendeta. Saya sendiri sudah mencobanya sejak lama. Saya sadar perjuangan itu bukanlah hal yang mudah dan saya sendiri pun merasa bahwa saya masih sering jatuh, namun saya berusaha secara bertahap untuk lebih baik hari demi hari. Kita harus tetap mencoba agar menjadi lebih baik, karena Hamba Tuhan itu harus menjadi teladan dalam berbagai hal. Doa saya kiranya Tuhan menguatkan saya agar dapat menjadi Hamba Tuhan yang lebih baik.
Bagi saya Hamba Tuhan itu adalah orang yang melayani Tuhan. Hamba adalah orang yang melayani tuannya. Seorang hamba harus berkenan di hadapan tuannya agar ia bisa tetap dipakai sebagai hamba. Menjadi berkenan di hadapan tuan inilah yang sangat penting untuk diperhatikan. Seorang hamba bisa berkenan di hadapan tuannya apabila ia mengerjakan apa yang disukai oleh tuannya. Kita patut bersyukur kepada Tuhan karena kasih-Nya yang begitu besar Ia mau datang ke dunia dan mati di kayu salib untuk menebus dosa-dosa manusia (lihat Yohanes 3:16). Kasih-Nya begitu besar bagi kita semua. Inilah teladan yang harus kita lakukan sebagai Hamba Tuhan. Apa yang Yesus kerjakan dan ajarkan selama di dunia ini, itulah yang harus kita hidupi. Menghidupi nilai-nilai kasih. Jika kita menghidupi kasih maka kita tidak akan cepat-cepat atau bahkan tidak bertengkar, melainkan ramah, sabar dan cakap mengajar.
Nas renungan kita hari ini disampaikan kepada Timotius sebagai nasihat untuk menghadapi para pengajar sesat. Selain mengajarkan nilai-nilai atau ajaran-ajaran Kekristenan, hal ini memang penting agar para jemaat tidak tergoda pada ajaran-ajaran sesat, akan tetapi penting juga bagi seorang Hamba Tuhan agar menunjukkan teladan bagi para Jemaat. Singkatnya tidak hanya berkata-kata tapi juga berbuat. Hamba Tuhan diminta agar menghindari soal-soal yang dicari-cari oleh orang-orang yang bodoh dan tidak layak, sebab hal itu mengakibatkan pertengkaran (ayat 23). Dalam terjemahan Bahasa Indonesia Masa Kini "soal-soal yang dicari oleh orang-orang bodoh dan tidak layak" diterjemahkan jadi "perdebatan orang-orang bodoh yang tidak tahu apa-apa." Barangkali pada waktu itu sering terjadi perdebatan-perdebatan yang tidak penting menyangkut berbagai hal, termasuk ajaran-ajaran Kristen. Kita juga mengakui bahwa di zaman ini, perdebatan-perdebatan sering sekali mendatangkan keributan dan pertengkaran, apalagi perdebatan yang mengusik kehidupan dan keyakinan iman orang lain. Lebih lanjut dikatakan bahwa seorang Hamba Tuhan tidak boleh bertengkar. Mengapa tidak boleh bertengkar? Sederhananya kalau orang bertengkar sering sekali sudah dalam keadaan marah dan tidak terkendali, sehingga hampir tidak ada kata-kata baik yang terucap, sebab sudah dalam keadaan amarah. Akibat dikuasai oleh amarah bisa saja kita mengeluarkan kata-kata yang dapat menyakiti perasaan orang lain.
Kontras dengan bertengkar diingatkan bahwa seorang Hamba Tuhan harus bersikap ramah terhadap semua orang. Sebisa mungkin seorang Hamba Tuhan harus bersikap ramah kepada setiap orang agar mereka merasa disambut dan nyaman, apalagi untuk mempelajari Firman Tuhan dari seorang Hamba Tuhan, karena Firman Tuhan itu terbuka bagi semua orang. Ia harus cakap mengajar dan sabar dan dengan lemah lembut menuntun orang yang suka melawan (ayat 24-25). Mengajar dalam hal ini adalah tentang Firman Tuhan, tentang iman dan kehidupan. Terkadang tidak mudah menjelaskan tentang iman, ajaran Kristen kepada orang lain, karena itu harus dijelaskan dengan perlahan, sabar dan jangan cepat-cepat marah apabila ada Jemaat yang kurang paham. Sepengalaman saya, ada saja orang yang sudah kita sampaikan beberapa kali pun tentang ajaran Kristen, tapi masih kurang yakin, bukan karena tidak mengerti, tapi karena belum yakin aja atau ingin menanyakan lebih dalam lagi. Jadi memang harus sabar, agar Firman Tuhan itu tersampaikan dengan baik kepada Jemaat.
Selain orang yang memang bertanya dengan tulus akan iman dan ajaran Kristen atau berbagai hal lainnya, ada juga yang sengaja ingin menguji, melawan ajaran Firman Tuhan dengan mengandalkan pikiran semata-mata. Jadi jika suatu ajaran itu tidak masuk logika berpikirnya, ya dia akan terus mempertanyakannya. Harus dipahami juga dalam persekutuan Jemaat ada beragam kepribadian, ada yang lemah lembut menerima ajaran Firman Tuhan dan ajaran gereja, ada yang memang keras kepala dan suka mencoba-coba mengusik ajaran dan teologi gereja, itu harus dimaklumi dan harus dengan sabar mendampingi, agar perlahan diarahkan kepada yang baik. Harapannya adalah seperti yang dikatakan di ayat 26, dengan pendekatan yang demikian mereka akan jadi sadar kembali.
Pertanyaannya sekarang siapakah Hamba Tuhan itu? Apakah hanya orang-orang yang melayani di gereja, seperti Pendeta, Penatua, Majelis, Diaken, Diakones dan yang lainnya? Tidak. Kita semua orang percaya adalah Hamba Tuhan, orang-orang yang melayani Tuhan dalam hidup kita. Kita melayani Tuhan dalam hidup ini di berbagai latar kehidupan. Kita masing-masing punya peran dan pekerjaan yang berbeda-beda, dalam peran dan pekerjaan kitalah kita melayani Tuhan. Maka seperti yang dikatakan dalam nas renungan ini, dalam melakukan semuanya itu, kita harus sabar, jangan bertengkar dan bersikap ramah. Dari sikap ini kita dapat menunjukkan kasih kepada orang lain, sehingga orang akan memuji Tuhan. Biarlah nama Tuhan semakin dimuliakan dan biarlah semakin banyak orang yang mengenal Kristus lewat sikap hidup yang baik dalam diri kita. Amin. (tps)
Posting Komentar