Efraim merupakan salah satu dari suku Israel, putra kedua dari Yusuf. Kedua putra Yusuf diberkati oleh Yakub sebelum ia mati (lihat Kejadian 48:5), sehingga ia terhitung menjadi bangsa Israel. Efraim menempati daerah di Kerajaan Israel Utara, sebelah barat Sungai Yordan, di dalamnya termasuk Betel dan Sikhem. Sama seperti suku-suku Israel lainnya, Efraim berdosa terhadap Tuhan, tidak menjaga diri agar tetap dekat dengan Tuhan dan tidak hidup sesuai dengan firman-Nya. Akibatnya, Tuhan menghukum mereka sama seperti suku lainnya di kerajaan Israel.
Allah menghukum mereka bukan karena tidak menyayangi dan mengasihi bangsa-Nya, justru karena kasih-Nyalah sehingga Ia menghukum mereka. Allah tidak mau umat-Nya hidup tidak sesuai dengan firman Tuhan, sehingga Ia menghukum mereka agar bertobat dan berbalik kepada Tuhan.
Dalam nas renungan kita hari ini dikatakan bahwa Allah menghardik mereka. Menghardik berarti mengata-ngatai dengan kata-kata yang keras, membentak-bentak. Allah menghardik mereka atas tindakan-tindakan mereka yang tidak sesuai dengan firman-Nya. Sekalipun Allah menghardik mereka, namun Ia tetap terkenang kepada mereka dan hati-Nya terharu.
Merenungkan tindakan Allah dalam hal ini, saya teringat akan apa yang dilakukan orang tua terhadap saya. Sewaktu masih kecil, saya sering sekali melakukan kesalahan-kesalahan. Setiap kali saya melakukan kesalahan dan hal-hal yang bertentangan dengan nilai-nilai kebaikan menurut orang tua saya, pasti akan dimarahi, bahkan dipukul. Tindakan itu dilakukan agar saya menyadari kesalahan dan tidak melakukannya lagi. Orang tua sering berkata bahwa apa yang mereka lakukan itu adalah sebagai bentuk kasih sayang mereka terhadap anak-anaknya, karena mereka tidak mau anak yang dikasihi itu menyimpang dan melakukan hal-hal yang tidak baik.
Begitu juga dengan Allah dalam hal ini, Ia menghukum dan menghardik justru karena Allah sangat menyayangi umat-Nya. Bahkan karena sayangnya, Allah berfirman "tak putus-putusnya Aku terkenang" kepada mereka. Hati Allah terharu terhadap umat-Nya. Ia sebenarnya tidak mau menghukum dan tidak mau menyengsarakan umat-Nya, akan tetapi karena penyimpangan-penyimpangan yang mereka lakukan sehingga mereka dihukum. Allah berkata bahwa tidak dapat tidak Allah menyayangi mereka. Kasih Allah itu tetap dan tidak berubah, sekalipun mereka melakukan kesalahan.
Dari nas ini kita belajar bahwa kasih Tuhan itu tidak terbatas dan bukan karena ada maksud tertentu. Begitu besarnya kasih Tuhan itu, bahkan dalam keadaan marah sekalipun (yang jelas-jelas melakukan kesalahan adalah umat-Nya), Ia tetap menyayangi mereka. Bukti dari kasih Allah itu kemudian ditunjukkan dengan nubuatan akan keselamatan yang akan disampaikan kepada mereka. Allah sendiri yang akan melepaskan dan menyelamatkan mereka, mengembalikan mereka ke tanah nenek moyang dan menyatukan mereka kembali (lihat ayat-ayat sebelumnya dalam pasal ini).
Begitu juga dengan kita, Tuhan juga sangat mengasihi kita. Sama seperti Efraim, kita juga adalah anak kesayangan bagi Tuhan. Tentu saja dalam hidup ini kita melakukan banyak kesalahan dan dosa, sekalipun demikian Tuhan tetap menyayangi dan mengasihi kita, yang nyata terbukti lewat kehadiran Yesus Kristus di dunia ini untuk menyelamatkan manusia, bahkan rela mati di kayu salib.
Sekarang, apakah respons kita atas kasih Tuhan yang besar itu? Tentu saja, hal yang paling utama adalah menyadari bahwa kasih Tuhan begitu besar bagi kita, pribadi lepas pribadi. Dengan kesadaran ini kita akan menghargai dan mensyukuri kasih Tuhan itu, sehingga kita tidak lagi menyia-nyiakan kasih Tuhan dalam hidup kita. Olehnya kita tidak lagi akan melakukan hal-hal yang menyakiti hati Tuhan, tetapi kita akan melakukan hal-hal yang semata-mata untuk kemuliaan Tuhan. Semoga kita bisa menerapkan dan menghayati kasih Tuhan itu di dalam kehidupan kita sehari-hari. Tuhan menyertai kita sekalian. Amin. (tps)
Posting Komentar