Ada satu lagu Batak yang memiliki makna yang sangat baik yang menyampaikan bahwa apa yang kita lakukan, itu jugalah yang akan kita terima. Dalam refrein syair lagu tersebut dikatakan: "Dos do nangkokna jala dos do nang tuatna anggo di parngoluon on. Molo sinuan hassang, hassang do na tubu. Molo sinuan gadong, gadong do na tubu. Molo sinuan na denggan sai na denggan do na ro. Molo sinuan na roa, sai na roa do na roa do na ro." Artinya: dalam hidup ini, seperti itu naiknya, seperti itu jugalah turunnya. Jika menanam kacang, akan tumbuh kacang. Jika menanam ubi, akan tumbuh ubi. Jika menanam hal-hal baik, niscaya hal-hal baiklah yang akan datang. Jika menanam hal-hal yang buruk, niscaya hal-hal buruk jugalah yang akan datang.
Perkataan tersebut berpesan bahwa kehidupan manusia akan selalu diperhadapkan dengan sistem tabur-tuai. Renungan kita hari ini berbicara tentang hal itu juga. Nas ini merupakan bagian dari ajaran Yesus tentang hal menghakimi. Yesus mengajarkan agar kita jangan menghakimi sesama manusia, supaya kita sendiri pun tidak dihakimi. Jangan menghukum, supaya kita pun tidak dihukum dan hendaklah kita mengampuni sesama kita manusia supaya kita pun diampuni (lihat Lukas 6:37).
Yesus mengajarkan berilah, maka kamu akan diberi. Apa yang Yesus sampaikan ini mengajarkan bahwa apa yang kita lakukan kepada sesama kita, begitu juga lah yang akan kita peroleh. Karena itu apa yang kita inginkan agar dilakukan oleh orang kepada kita, maka kita pun harus berbuat demikian (bandingkan Matius 7:12).
Tentu saja kita menginginkan hal-hal yang baik dalam hidup kita. Kita ingin agar hal-hal yang tidak baik jauh dari kita. Hal itu wajar dalam setiap kehidupan manusia. Tidak ada satu orang pun yang menginginkan kehancuran dalam hidupnya. Karena itu jika kita menginginkan hal-hal yang baik, hendaklah kita berbuat hal-hal yang baik juga kepada sesama kita. Dengan pengajaran Yesus ini, Ia mau agar semua orang melakukan prinsip yang sama dalam hidupnya mengenai melakukan hal-hal yang baik, sehingga tercipta kebaikan di tengah-tengah kehidupan manusia. Jika kita semua dalam hidup ini punya prinsip seperti yang diajarkan oleh Yesus dalam hidup kita, maka pastilah hidup kita akan hidup rukun, sebab kita tidak ingin hal-hal yang tidak baik datang kepada kita.
Nas renungan kita hari ini, ayat 38 merupakan hal yang tidak terpisahkan dari ayat sebelumnya. Di ayat sebelumnya Yesus berkata jangan menghakimi agar tidak dihakimi, jangan menghukum agar tidak dihukum. Tentu tindakan menghakimi dan menghukum merupakan hal yang tidak bisa dihilangkan dari kehidupan manusia. Tindakan menghakimi dan menghukum dilakukan agar keadilan selalu ditegakkan, berdasarkan kaidah-kaidah firman Tuhan. Tentu saja kita tidak menginginkan kejahatan dan hal-hal yang melanggar hukum terjadi begitu saja dan tidak dihakimi atau diadili. Sebab jika demikian akan terdapat pembiaran terhadap hal-hal yang buruk bahkan jahat. Dan sebagai orang percaya kita tidak dapat membiarkan hal tersebut terjadi. Itu sebabnya Yesus menambahkan lagi pesan-Nya di ayat 38 ini, yang menyampaikan kepada kita agar kita melakukan tindakan-tindakan dalam hidup kita dengan benar. Apa yang kita inginkan, itulah yang kita lakukan. Kita ingin yang baik, maka lakukanlah yang baik. Jangan kemudian ketika kita memiliki peran dalam menghakimi dan menghukum yang tidak baik, kita mengada-ada dan mengukur dengan tidak berimbang. Karena jika kita berbuat demikian, hal yang sama juga akan kita dapatkan kelak, dari orang lain.
Yesus menekankan, ketika kita mau memberi, maka takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam ribaan (pangkuan) kita. Sebab ukuran yang kita pakai terhadap orang lain akan dipakaikan juga kepada kita. Untuk memahami hal ini saya ingat ketika masih kecil di desa, beras itu diukur dengan takaran, ada yang menggunakan takar (biasanya dari kaleng bekas krimer kental manis), tumba (semacam wadah yang berbentuk tabung dengan kapasitas satu atau dua liter) dan kaleng (dari bekas kaleng crackers yang cukup besar). Alat ukur tersebut lah yang digunakan mengukur dalam proses menjual maupun membeli beras, orang akan berkata satu takar, satu tumba, satu kaleng dan seterusnya. Dalam proses transaksi atau ketika memberikan kepada orang lain, kedua belah pihak akan bersama-sama memperhatikan alat ukur yang digunakan. Diisi sampai penuh (bahkan sampai tumpah) dan digoyang-goyang, diangkat sedikit dan dibenturkan pelan ke benda keras (lantai dan sebagainya) agar alat ukur tersebut terisi secara padat. Karena dahulu masih sering di antara keluarga di desa saling meminjam beras dan ketika padi miliknya sudah digiling, maka yang meminjam akan mengembalikan beras yang dipinjamnya dan akan melakukan hal yang sama.
Ketika kita melakukan hal yang baik kepada orang lain, memberi misalnya, kita juga akan menerima yang baik dari orang lain. Hal yang sama akan kita terima. Sebab seperti apa yang kita lakukan kepada orang lain, begitu juga lah akan diperbuat orang terhadap kita. Kiranya renungan ini menginspirasi kita untuk selalu berbuat baik kepada sesama kita. Tuhan menyertai kita sekalian. Amin. (tps)
Posting Komentar