Khotbah Minggu 3 November 2024 Minggu Keduapuluhtiga Setelah Trinitatis tertulis dalam Kitab Markus 12 ayat 28 - 34. Mari kita perdalam pemahaman kita terhadap Perikop Khotbah ini. Sesuai dengan Almanak Gereja kita yang menjadi tema Khotbah adalah "Mengasihi Tuhan Allah dan Sesama Manusia." Mari kita ikuti pembahasannya.
Pendahuluan
Ada pepatah yang mengatakan bahwa diam itu emas yang artinya bahwa sikap diam atau tidak menanggapi suatu peristiwa atau keadaan adalah hal yang terbaik. Kita diajar untuk sabar dan menyimpan segala emosi atau perasaan demi menjaga situasi atau keadaan tetap kondusif dan aman terkendali. Akan tetapi realita hidup sehari-hari menunjukkan bahwa sikap diam bukan selalu cara yang terbaik. Ada kalanya, kita harus berbicara, bahkan terlibat dalam perdebatan untuk menjelaskan iman dan keyakinan kita. Dalam situasi-situasi tertentu, terutama dalam situasi yang bersifat prinsipil, orang Kristen tidak boleh hanya diam, tetapi harus mampu untuk bersuara menjelaskan dan mempertahankan imannya.
Yesus sendiri bukanlah sosok yang menghindari perdebatan ketika berada di situasi yang menuntutnya untuk menyampaikan pendapat dan pikirannya. Dalam bacaan hari ini, kita membaca bahwa Yesus bersoal-jawab dengan orang Saduki (ayat 28). Bersoal-jawab memberi kesan adanya proses dan dinamika diskusi, tanya-jawab dan mungkin saja perdebatan.
Ternyata jawaban-jawaban atau pemaparan Yesus memukau perhatian seorang Ahli Taurat yang mengamati proses diskusi tersebut. Namanya juga seorang Ahli Taurat, tentu dia adalah seorang yang memiliki pengetahuan yang banyak tentang Hukum Taurat. Dalam hati Ahli Taurat ini membenarkan dan mengakui penjelasan Yesus. Biasanya ketika kita bertemu dengan seseorang yang kita nilai berkualitas, pasti kita akan memiliki rasa penasaran untuk mengetahui lebih dalam bagaimana pendapatnya atau penjelasannya tentang aspek-aspek yang lain. Agaknya begitu juga lah yang dialami oleh Ahli Taurat dalam hal ini. Dia terkesan dengan jawaban-jawaban Yesus sebelumnya dan dia ingin mengetahui lebih dalam bagaimana jawaban Yesus atas isu penting lainnya, yaitu "Apakah hukum yang terutama?"
Pertanyaan ini fundamental karena akan mengarahkan kita agar menimbang dan menganalisa hukum yang ada dan merumuskan tentang apakah hal yang paling mendasar dari semua hukum yang ada. Pertanyaan ini berbicara tentang ukuran atau patokan dasar dari seluruh nilai-nilai, dari seluruh hal-hal yang kita anggap penting atau berharga dalam hidup kita. Pertanyaan ini berbicara tentang jalan kehidupan yang terbaik. Ini merupakan pertanyaan yang tidak bisa diabaikan oleh setiap orang yang ingin mencari makna hidup.
Yesus menjawab pertanyaan tersebut dengan bahasa yang ringkas, jelas dan to the point. Apakah hukum yang terutama menurut Yesus yang harus kita jadikan sebagai pedomarı ataupun patokan bagi kehidupan kita?
Pembahasan
1. Mengasihi Allah (ayat 29-30).
Dalam ayat 29-30 tertulis: "Hukum yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa. Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu." Apakah makna dari perkataan Yesus tersebut?
Allah itu Esa bukan dalam arti jumlah bilangan matematis tetapi menunjukkan kasih dan kuasa Tuhan yang tanpa batas, tiada banding dan sempurna adanya. Kasih kepada Allah yang Esa itu harus dilakukan dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi dan dengan segenap kekuatan. Artinya mengasihi Allah menjadi prioritas dalam hidup manusia.
Dalam kehidupan sehari-hari, sering sekali mengasihi Allah hanya diartikan dalam artian ritual, yaitu dengan rajin datang ke gereja, mengikuti ibadah, Pendalaman Alkitab, membaca Alkitab dan yang lainnya. Akan tetapi mengasihi Allah tidak hanya sebatas hal-hal ritual tetapi juga harus melakukan apa yang berkenan di hadapan Tuhan dan apa yang menyenangkan Tuhan (bandingkan Yohanes 14:15; 14:21-24).
Mengasihi Allah, secara sederhana dapat diartikan bahwa setiap saat kita harus mengarahkan hidup kita kepada Tuhan. Kita sadar akan kehadiran-Nya dalam kehidupan sehari-hari, merenungkan kasih dan kebaikanNya dan memenuhi kehidupan kita dengan Firman-Nya. Dengan mengasihi Allah, kita memperoleh kekuatan menghadapi tantangan hidup. Dengan mengasihi Allah, kita juga akan merasa dikasihi dan lebih dekat dengan Allah.
Akan tetapi apabila direnungkan, pengalaman hidup sehari-hari menunjukkan bahwa tidak mudah mengasihi Allah. Kecenderungan manusia adalah "menjadi tuhan atas dirinya" dan tidak mengasihi Allah dengan sungguh-sungguh. Fokus iman yang harusnya kepada Allah, bergeser jadi kepada manusia. Dengan kecerdasan yang dimiliki, manusia menganggap dirinya mampu melakukan segala sesuatu. Kasih kepada Allah berubah menjadi sifat individualis, materialis, hedonis dan yang lainnya. Kita lupa bahwa segala sesuatu yang kita miliki, bahkan kecerdasan, itu semua semata-mata karena anugerah Tuhan di dalam hidup kita.
Mari kembali menempatkan Tuhan sebagai pusat kehidupan kita, mengasihi Dia dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi dan dengan segenap kekuatan kita.
2. Mengasihi Sesama (ayat 31-34).
Hukum yang kedua ialah mengasihi sesama manusia seperti mengasihi diri sendiri. Zaman sekarang banyak orang berbicara tentang mengasihi, tetapi banyak yang tidak tahu dan tidak bisa mengasihi orang lain. Sering sekali kita hanya pura-pura mengasihi dan mengambil keuntungan pribadi dari relasi kita dengan orang lain. Sering sekali rasa kasih kita hanya sebatas kata dan slogan tanpa tindakan nyata. Banyak orang di sekitar kita yang memerlukan bantuan dan pertolongan kita, tetapi hati kita sama sekali tidak tergerak untuk mengulurkan pertolongan. Sering sekali rasa kasih yang kita tunjukkan hanya kepada orang-orang tertentu saja, misalnya kepada orang kaya, kaum elit, kaum terpelajar dan kita mengabaikan mereka yang miskin, berkebutuhan khusus dan yang berkekurangan. Yesus ingin kita mengasihi siapapun tanpa melihat latar belakang perbedaan agama, suku, ras dan budaya. Bahkan musuh kita sekalipun harus mampu kita kasihi.
Yang menarik dari perkataan Yesus ini adalah bahwa cara kita mengasihi orang lain itu adalah seperti cara kita mengasihi diri kita sendiri. Mustahil kita bisa mengasihi orang lain jika kita tidak mengasihi diri kita sendiri. Tetapi mengasihi diri sendiri dalam perikop ini bukan mengarah pada sikap yang hanya mementingkan diri sendiri. Kasih kepada diri sendiri berarti kita memandang diri kita berharga di hadapan Tuhan, menghargai diri kita yang memiliki kehendak dan perasaan. Demikian juga dalam hal mengasihi sesama, kita harus menghargai sesama sebagal pribadi yang berharga di hadapan Tuhan dengan segala kepribadian manusiawi yang dimilikinya, menghargai kehendak, perasaan dan sifat-sifat manusiawi mereka.
Bagaimanakah bentuk-bentuk mengasihi diri sendiri tersebut? Mengasihi diri sendiri dapat kita pahami dengan menanamkan sikap dalam diri kita agar kita mampu menerima keadaan diri kita dengan segala kelebihan maupun kekurangannya. Hanya pribadi yang mampu menerima diri sendiri, dialah yang mampu menerima orang lain dengan apa adanya juga. Mengasihi diri sendiri juga berarti kita bertanggungjawab atas kesehatan fisik, mental dan rohani kita. Kita harus belajar membuang segala kepahitan yang ada dalam hidup kita dan mengembangkan pikiran-pikiran yang positif. Seseorang yang memiliki kesehatan fisik, mental dan rohani yang baik akan mampu menjaga relasi yang baik dengan orang lain.
Kesimpulan dan Refleksi
Yesus dalam perikop Khotbah ini mengatakan bahwa hukum yang terutama adalah mengasihi Allah, kemudian mengasihi sesama manusia. Ketika mengasihi menjadi hukum yang terutama, maka kasih itu hendaknya menjadi dasar dari semua perbuatan dan tindakan hidup kita. Cara hidup dan perilaku kita juga harus didasarkan pada kasih. Jika kita mengasihi Tuhan, maka kita juga akan mengasihi sesama manusia. Mengasihi Tuhan den mengasihi sesama manusia tidak dapat dipisahkan, keduanya harus berjalan secara bersamaan. Amin.
Posting Komentar