Epistel Minggu 13 Juli 2025 Minggu 4 Setelah Trinitatis tertulis dalam Kitab Efesus 6 ayat 21 - 24. Mari kita perdalam pemahaman kita terhadap Perikop Epistel ini. Sesuai dengan Almanak Gereja kita yang menjadi tema Epistel adalah "Mengasihi Tuhan dan Hidup Menurut JalanNya." Mari kita ikuti pembahasannya.
Pendahuluan
Surat Efesus ditulis oleh Rasul Paulus dari dalam penjara di Roma, sekitar tahun 60–62 M, sebagai salah satu dari yang dikenal sebagai Surat-surat Penjara (bersama dengan Kolose, Filipi dan Filemon). Meskipun secara khusus ditujukan kepada jemaat di Efesus, surat ini kemungkinan besar juga dibaca secara bergilir oleh jemaat-jemaat lain di sekitarnya.
Ada dua fokus utama dalam surat ini, yaitu mengenai keselamatan dan bagaimana kehidupan jemaat Kristen seharusnya dijalani.
Efesus 6:21–24 merupakan bagian penutup dari surat ini, berisi pesan pribadi Paulus kepada jemaat. Setelah sebelumnya memberikan nasihat praktis tentang perlengkapan rohani dan peperangan iman (Efesus 6:10–20), Paulus menyampaikan salam penutup, memperkenalkan Tikhikus, dan memberkati jemaat dengan damai dan kasih karunia.
Pembahasan
Ayat 21–22
Dalam bagian ini, Paulus memperkenalkan Tikhikus, seorang pelayan yang setia. Ia diutus untuk menyampaikan kabar tentang keadaan Paulus dan juga untuk menghibur serta menguatkan hati jemaat.
Peran Tikhikus menunjukkan bagaimana kasih kepada Tuhan diwujudkan melalui pelayanan dan dukungan kepada sesama saudara seiman. Ia disebut sebagai "saudara yang kekasih" dan "pelayan yang setia"—dua sebutan yang mencerminkan hidup yang dilandasi kasih kepada Allah dan sesama.
Pelayanan Tikhikus adalah wujud nyata dari kasih kepada Tuhan, yang terlihat melalui kesetiaannya dalam tugasnya. Mengasihi Tuhan berarti hidup melayani sesama dengan setia dan penuh kasih. Seperti Tikhikus, kita juga dipanggil untuk menjadi pembawa penghiburan, kabar baik dan dukungan kepada orang percaya lainnya, terlebih di masa-masa sulit.
Ayat 23–24
Paulus menutup suratnya dengan berkat: "Damai sejahtera, kasih dan iman ... ."
Damai sejahtera (shalom) adalah ketenangan hati yang tidak terganggu oleh keadaan di sekitar—baik dalam situasi baik maupun buruk. Damai ini menjadi milik orang-orang yang hidup dalam kasih dan iman kepada Kristus.
Kasih yang sejati diwujudkan dalam hubungan saling mengasihi, mendahulukan kepentingan sesama, serta lahir dari iman yang tumbuh karena mendengar, merenungkan, memahami dan melakukan firman Tuhan.
Kasih kepada Tuhan tidak bisa dipisahkan dari iman kepada Kristus. Iman yang sejati akan melahirkan kasih yang tulus kepada Allah dan sesama. Paulus mengingatkan bahwa kasih karunia Allah menyertai setiap orang yang mengasihi Tuhan Yesus dengan kasih yang tidak binasa—kasih yang agung, yang telah dinyatakan melalui pengorbanan-Nya demi keselamatan kita, agar setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal (bdk. Yohanes 3 : 16).
Kesimpulan dan Refleksi
Mengasihi Tuhan berarti hidup menurut jalan-Nya—yakni mengalami damai sejahtera di tengah dunia yang penuh pergumulan, serta menunjukkan kasih yang lahir dari iman kepada Kristus.
Melalui teladan Tikhikus, kita belajar bahwa kasih kepada Tuhan tidak berhenti pada ucapan, tetapi harus diwujudkan dalam kesetiaan dan pelayanan kepada sesama. Hidup menurut jalan Tuhan akan menghasilkan damai yang nyata, baik dalam hubungan kita dengan Allah maupun dengan orang lain.
Kasih ini tercermin dalam sikap mengampuni, bersikap baik dan setia menjalani tugas pelayanan. Mengasihi Tuhan Yesus berarti memiliki relasi yang terus bertumbuh melalui doa, firman dan ketaatan sehari-hari.
Kasih sejati tidak berhenti pada pengakuan di bibir, tetapi terlihat dalam tindakan nyata dan komitmen hidup untuk berjalan dalam jalan Tuhan di setiap aspek kehidupan kita. Amin.
Posting Komentar